Senin (01/03/2021) pukul 07:30, Pusat Kajian Filsafat Islam (PKFI) menghadirkan kuliah daring bersama Prof. Dr. Hamidullah Marazi dari Central University of Khasmir dengan tema Issues on Islamic Philosophy after Muhammad Abduh. Ini bukan kali pertama Prof. Marazi berpartisipasi mengembangkan filsafat Islam di Fakultas Filsafat UGM, di tahun 2019 dan 2020 Prof. Marazi mengisi acara yang sama. Di masa sebelum Pandemi Covid-19, Prof. Hamid bahkan memberi seri kuliah Filsafat Islam dalam durasi 1 minggu.
Kuliah daring Issues on Islamic Philosophy after Muhammad Abduh adalah bagian dari subyek pembahasan mata kuliah Filsafat Islam Modern Kontemporer. Kuliah yang berlangsung 2 jam tersebut disampaikan bersama dosen pengampuh mata kuliah. Ketika dihubungi, dosen yang bersangkutan mengatakan: bahwa isu pemikiran filsafat Islam pasca Muhammad Abduh memainkan peran penting dalam mengidentifikasi persoalan filosofis di dunia Islam sekaligus mengenalkan kontribusi Abduh dalam menghidupkan filsafat di dunia Arab.
Prof. Marazi secara spesifik menyebut dunia modern berbeda dengan abad klasik Islam. Semangat dan tantangan abad modern berbeda dengan yang dihadapi filsuf muslim seperti Al-Kindi dan para filsuf peripaterik muslim lainnya. Perbedaan tersebut menjadikan obyek kajian filsafat di dunia Islam berbeda dengan abad klasik. Meski adanya perbedaan obyek kajian, namun tema rasionalitas atau rasio dalam konsepsi filsafat Islam sama sekali kehilangan signifikansinya.
Selain bicara soal pemikiran Muhammad Abduh, Prof. Marazi menyinggung tiga pemikir besar Muslim berpengaruh di abad modern-kontemporer yaitu Mohammad Abid Al-Jabiri, Naquib Al-Attas dan Seyyed Hossen Nasr. Al-Jabiri dalam masyru’ atau proyek Naqd al-`Aql al-Arabi menawarkan pembacaan tradisi keilmuan klasik dalam perspektif modern; bahwa unsur epistemologis keilmuan Islam masih relevan untuk merespon tantangan modernitas umat. Attas yang dikenal dengan konsep tauhid berusaha mengkritisi dasar rasionalitas dalam alam pikir modern yang telah menyisihkan sisi spritualitas manusia. Nasr melalui paradigma perennialnya menyumbang kritik konstruktif bagi sains modern yang telah menyisihkan metafisika.
Tema filsafat Islam pasca Muhammad Abduh memperlihatkan respon para pemikir muslim menghadapi tantangan modernitas. Baik Abduh, Al-Jabiri, Attas dan Nasr menawarkan pemikiran yang sistematis dan filosofis meski obyek kajiannya tidak “rigid’ seperti umumnya kajian filsafat. Penegasan penting juga: para pemikir dan filsuf Islam modern tersebut selalu berpikir dalam konteks zamannya. Percontohan pemikiran mereka merupakan kombinasi yang memadahi antara penghayatan atas tradisi dan urgensitas capaian sains-sains modern.