Ainu Syaja, Mahasiswa S1 Ilmu Filsafat, terlihat rapi dengan kemeja putih serta jas hitam minimalis. Ia bersiap-siap untuk memulai presentasinya, acara perdana Great Philosophers kali ini masih harus dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom pada Rabu (16/2) pagi. Tepat pukul 09.00 WIB, presentasi tersebut akhirnya berlangsung dengan dibuka langsung oleh Dr. Abdul Rokhmat Sairah Z selaku penanggung jawab Perpustakaan Fakultas Filsafat, UGM. Beliau mengapresiasi acara perdana ini meskipun di tengah-tengah situasi pembatasan sosial namun secara esensial berharap tetap mendapatkan inti dari diskusi kali ini.
Selama 45 menit berlangsung, Ainu menjelaskan bahwa pemilihan Catarina Dutilh Novaes sebagai salah seorang tokoh yang diperkenalkan di dalam diskusi ini dilatarbelakangi pengaruh Catarina sebagai salah seorang figur yang cukup berpengaruh di dalam diskursus sejarah filsafat, khususnya sejarah logika. Dipicu oleh pertanyaan, apa yang dibutuhkan oleh seorang sejarahwan filsafat dalam menginvestigasi sejarah suatu gagasan filosofis tertentu, semisalnya sejarah atas gagasan “Ada”, ketiadaan, atau kesadaran?
Diskusi ini dibuka dengan persoalan yang cukup mendasar di dalam pembacaan teks-teks historis filsafat. Dalam membaca teks historis, selalu terdapat dilema dalam menginterpretasikan teks historis tertentu. Di satu sisi, demi menunjukkan bahwa suatu teks bersifat relevan, diperlukan upaya penerjemahan suatu terminologi-terminologi tertentu ke dalam istilah modern. Di sisi lain, untuk menunjukkan terdapat perbedaan cara berpikir di dalam konteks suatu zaman, diperlukan penghindaran terhadap segala bentuk anakronisme.
Persoalan tersebut dianalogikan sebagai kedua monster dalam mitologi Yunani, yaitu Scylla dan Charybdis. Upaya untuk menghindari Presentisme radikal yang dianalogikan sebagai Scylla akan menyeret seseorang terhadap Antikuarianisme yang dianalogikan sebagai Charybdis. Sebaliknya, upaya untuk menghindari Antikuarianisme yang dianalogikan sebagai Charybdis juga akan mengarahkan seseorang terhadap Presentisme radikal yang dianalogikan sebagai Scylla. Berdasarkan persoalan tersebut, mungkinkah untuk menemukan jalan tengah di antara keduanya?
Lebih lanjut, mengenai telaah pemikiran Catarina, Rangga Kala Mahaswa M.Phil., selaku moderator menggarisbawahi bahwa Catarina menawarkan pendekatan Genealogi Konseptual dalam menganalisis suatu gagasan filosofis selama sesi diskusi. “Berdasarkan pendekatan Genealogi Konseptual yang diaplikasikan dalam hal ini untuk menginvestigasikan konsep Deduksi, ditemukan bahwa Deduksi memuat suatu karakter yang bersifat dialogis. Karakter Dialogis dari deduksi berakar terhadap suatu fungsi, kebutuhan, praktik, serta tujuan tertentu yang melatarbelakangi suatu praktik dialog. Dalam konteks Yunani Kuno, Deduksi lahir atas latar belakang Sosial-Politik dalam demokrasi Athena yang merefleksikan pentingnya kapabilitas persuasi dan budaya lisan,” pungkas Ainu selaku pemantik diskusi ini. (Mahaswa, 17/2/2022)
Youtube: https://youtu.be/T-nF09SyzZY