Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Filsafat UGM yang ke-55, telah diselenggarakan webinar Internasional atas inisiasi dari dua institusi filsafat yaitu Fakultas Filsafat UGM dan ISFI Timor Leste. Tema besar yang diusung pada acara tersebut yaitu “Teologi, Ketuhanan dan Problem Filsafat Kontemporer” dengan dua Narasumber yaitu Romo Mateus Afonso, dari ISFIT Timor-Leste dan Dr. Agus Himmawan Utomo, M.Ag. dari Fakultas Filsafat UGM. Acara ini dilaksanakan pada Jumat, 20 Mei 2022 melalui media daring Zoom Meeting.
Pertanyaan utama yang didiskusikan pada webinar ini yaitu seputar relevansi keimanan di tengah progresivitas perkembangan IPTEK. Selama ini, teologi telah berhasil menyediakan argumen-argumen bagi agama untuk menjawab persoalan-persoalan eksistensial manusia seperti kematian, kejahatan dan penderitaan dengan menghadirkan sosok ‘Yang Ultim’ sebagai sandaran dan jawaban utama.
Namun, bagaimana seandainya persoalan-persoalan tersebut mampu diselesaikan sendiri oleh manusia melalui sains dan teknologi? Bagaimana jika manusia mampu lepas dari jerat kematian dan penderitaan yang disebabkan oleh terbatasnya tubuh biologis? Apakah konsep ‘Yang Ultim’ tersebut masih relevan?
Merespons pertanyaan tersebut, kedua narasumber menawarkan jalan pemikiran yang menekankan pada konteks dan historisitas pemikiran ketuhanan. Romo Mateus menitikberatkan pada persoalan epistemologis tentang klaim-klaim kebenaran atas keberadaan Tuhan. Romo Mateus mengungkapkan bahwa diskursus tentang Tuhan selalu bersifat actual, namun aktualitas tersebut dihadapkan pada ambisi manusia untuk mengungkapkan esensi ketuhanan secara reflektif. Di samping itu, diskursus ketuhanan dalam filsafat modern lebih dominan dengan perdebatan epistemologis.
Romo Mateus menawarkan tiga binomi dalam proses interpretasi manusia atas realitas ketuhanan: 1) kepastian dan kebenaran, 2) bentuk dan isi, dan 3) iman dan pengetahuan. Kepastian merupakan Hasrat manusia untuk memenuhi hasrat epistemiknya, mulai dari keragu-raguan -Cartesian doubt- sampai dengan kondisi yang clear and distinct. Dalam konteks ini, ‘bentuk’ adalah kebijaksanaan yang merupakan pengetahuan idealistik di mana ‘yang absolut’ menjadi isinya. Pada momen ini, kepastian adalah bentuk yang kosong dan ketika telah terisi, maka ia akan menjadi kebenaran. Hal inilah yang mencerminkan posisi Hegel di mana bentuk dan isi bukanlah hal yang semestinya dipisahkan (unseparable).
Berikutnya, Dr. Agus Himmawan mencoba memetakan tantangan diskursus ketuhanan di era kontemporer, mulai dari perdebatan antara para teolog dan teosof dengan pemikiran-pemikiran yang mengakar pada paradigma ontologis naturalisme, terlebih juga saintisme. Menurut Dr. Agus, tantangan diskursus ketuhanan bukanlah pada perbedaan atau pluralitas konsep ketuhanan dalam domain teistik, melainkan paradigma yang meletakkan realitas supranatural dan realitas natural sebagai dua sisi yang ambivalen.
Dr. Agus menawarkan beberapa hipotesis bahwa manusia dalam menangkap ide tentang Tuhan selalu berhadapan dengan kondisi mysterium tremendum et fascinas yaitu kondisi yang menakutkan sekaligus takjub. Dari segi epistemic, pengetahuan manusia (rasio) tidak cukup untuk memenuhi nilai kemanusiaan. Agar hidupnya menjadi berarti, manusia perlu memaknai hidupnya dengan melampaui realitas fisikal. Dalam kondisi inilah manusia membutuhkan Tuhan sebagai dasar pemaknaan. Dr. Agus menekankan bahwa sains, betapapun canggihnya, tetap tidak cukup untuk memenuhi hasrat kemanusiaan yang dinamis dalam hidup manusia.