Fakultas Filsafat UGM menggelar kegiatan Simposium Nasional Filsafat Nusantara II pada Sabtu (25/11), mengangkat tema “Pemikir dan Pemikiran Filsafat Nusantara serta Kontribusinya bagi Dunia”. Acara ini diselenggarakan secara daring melalui platform zoom. Simposium ini berlangsung selama satu hari, selain menghadirkan para pembicara dan pembahas serta menampilkan 16 pemakalah call for papers, dan diikuti oleh lebih dari 125 peserta dari berbagai institusi dan daerah di Indonesia
Menurut Dr. Rr. Siti Murtiningsih, M.Hum, Dekan Fakultas Filsafat UGM yang memberi pengantar dalam Simposium ini, mengatakan bahwa Simposium ini merupakan Simposium yang kedua. Simposium pertama dilaksanakan pada tahun 2020 dengan mengangkat tema “Eksplorasi Filsafat Nusantara”. Sementara pada Tahun 2023 ini, Simposium ditujukan untuk menggali dan mengembangkan pemikiran yang ditawarkan oleh para pemikir dan sistem pemikiran filsafat nusantara yang relevan dengan era kekinian dan dapat ditawarkan pada dunia. Acara ini merupakan bagian dari agenda Dies Natalis Fakultas Filsafat UGM yang ke-56 sekaligus sebagai wujud pengejawantahan tema dies, “Local Voices for Global Social Justice”.
Simposium Nasional ini menghadirkan beberapa narasumber antara lain Prof. Dr. Lasiyo, M.A., M.M (Guru Besar Fakultas Filsafat), Dr. Febri Yulika (Rektor ISI Padang Panjang), Irfan Afifi, S.Fil (Budayawan dan pendiri Langgar.co) dan pembahas Dr. Rizal Mustansyir (Dosen Fakultas Filsafat UGM). Kegiatan ini dimoderatori oleh Dr. Heri Santoso (Kepala Laboratorium Filsafat Nusantara UGM 2019-2022).
Dalam paparannya, Prof. Dr. Lasiyo mengangkat tema “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrva” yang menekankan pada Filsafat Pancasila sebagai langkah persatuan mengatasi keberagaman untuk memperkuat kesadaran berbangsa. Kuncinya Plurality adalah realitas bangsa indoensia namun Unity merupakan proses perjuangan untuk merekatkan solidaritas.
Dr. Febri Yulika yang merupakan Rektor Institut Seni Indonesia Padang Panjang mengangkat Tokoh Feminisme Minang : Rahmah El Yunusiyah (1900-1969). Dr. Febri menunjukkan bahwa Rahma El Yunusiyah telah mempelopori Filsafat Pendidikan yang progresif bahkan melampaui pemikiran para feminis barat saat ini. Dr Febri menunjukkan bahwa Rahma El Yunusiyah telah menjadi pelopor pemikir feminis Indonesia yang didasarkan atas pemikiran wanita yang berkemajuan setara dengan pria, otonom, dan berbasis Dienul Islam.
Sementara Irfan Afifi mengkritisi pemikiran filsafat di Indonesia masih didominasi pemikiran filsafat Barat yang cenderung rasionalistik. Sementara itu filsafat Nusantara lebih tepat dimaknai sebagai falsafah yang lebih dekat dengan akar kata falasifah dalam bahasa Arab yang menekankan laku dan pengalaman spiritual religious untuk dapat memahaminya. Irfan juga menunjukkan eksemplar pemikir dan pemikiran filsafat Nusantara seperti Ranggawarsita dengan Wirid Hidayat Jatinya, Sultan Agung dengan Sasta Gendingnya, Ki Ageng Surya Mentaram dengan Kawruh Jiwanya dan tokoh-tokoh pemikir nusantara lainnya dari Aceh, Minang, Banjar dll. (DKA, HS)