Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap menyelenggarakan Training of Trainer (ToT) Coaching Membangun Jiwa Merdeka, Rabu (24/9) di Cilacap.
Dalam pengantarnya, Drs. Imam Wahyudi, M.Hum. menekankan pentingnya terobosan metode coaching yang tidak hanya berakar pada paradigma Barat, tetapi berpijak pada khazanah keilmuan Nusantara dan tradisi keislaman. Konsep ini digagas oleh Dr. Heri Santoso, yang mengajak peserta untuk menempuh jalur olah rasa dengan keseimbangan refleksi intelektual dan pengalaman batin.
“Kita bisa merasakan dialog dengan Gusti Allah melalui pembacaan Al-Fatihah, pendalaman Al-Qur’an, penghayatan Asmaul Husna, dan penajaman hati nurani sebagai jalan menemukan akar sekaligus solusi persoalan kehidupan,” terang Heri.
Justifikasi metode ini diperkuat oleh Dr. KH Abdul Malik Usman, M.Si., yang menegaskan bahwa penggunaan Al-Fatihah, Al-Qur’an, Asmaul Husna, dan hati nurani sama sekali tidak bertentangan dengan Islam maupun tasawuf. Menurutnya, cara-cara tersebut justru menjadi jalan para ulama dalam menyelesaikan persoalan kehidupan.
“Al-Fatihah itu password untuk masuk ke Al-Qur’an. Sementara Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah untuk manusia, untuk menyelesaikan semua problem kehidupan. Asmaul Husna adalah sarana kita mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan hati nurani adalah karunia Allah yang mampu menangkap cahaya keilahian,” jelasnya. Hal senada disampaikan KH Fahrur Rozi, M.Fil., yang mencontohkan tradisi pengobatan ulama dengan air putih, tulisan, dan bacaan Al-Qur’an sebagai praktik nyata kekuatan spiritual yang sahih.

Pelatihan ini memberi pengalaman menyeluruh kepada sekitar empat puluh peserta, yang terdiri dari guru, dosen, dan pendidik dari berbagai lembaga pendidikan. Survei pasca-kegiatan menunjukkan mayoritas peserta merasakan relevansi metode ini dengan pengembangan karakter pendidik. Banyak testimoni yang menilai pendekatan ini berhasil mengubah paradigma kebebasan: bukan sekadar kebebasan berbuat, tetapi kebebasan batin yang selaras dengan nilai Ilahi.
Integrasi filsafat dan tasawuf dipandang sebagai jembatan antara nalar kritis dan dzikir spiritual, sementara metode olah rasa melalui Al-Fatihah, Asmaul Husna, dan hati nurani dianggap praktis untuk menemukan akar masalah tanpa harus membuka rahasia pribadi. Tidak sedikit peserta yang melaporkan pengalaman spiritual langsung, bahkan momen transendental yang diyakini sebagai bukti kekuasaan Allah.
Kehadiran pimpinan UNUGHA, antara lain Dr. H. Lumaurridlo, S.Psi., M.Pd. dan KH. Lubbul Umam, ME., menegaskan dukungan institusi terhadap pengembangan pendidikan yang menyeimbangkan kebebasan intelektual dengan kematangan spiritual. Dengan pendekatan ini, para pendidik dibekali energi baru untuk menuntun mahasiswa menjadi pribadi merdeka, tidak hanya dalam berpikir tetapi juga dalam menata hati dan perilaku.
Melalui program ini, filsafat dan tasawuf dipertemukan bukan sebagai dua jalur yang berbeda, tetapi sebagai jalan yang saling melengkapi. Keduanya menghadirkan sintesis yang menyalakan akal, melembutkan rasa, dan mempersiapkan generasi yang merdeka secara intelektual, etis, sekaligus spiritual.
Training of Trainer Coaching Membangun Jiwa Merdeka pun menjadi bukti nyata komitmen UGM dalam menghadirkan inovasi pendidikan tinggi yang berakar pada nilai-nilai lokal dan universal, relevan dengan tantangan modern sekaligus setia pada kearifan tradisi.