Dalam rangka memperingati World Philosophy Day, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan kuliah umum bertema “Why Philosophy Matters” pada Kamis, 23 November 2024. Acara ini menghadirkan Prof. Andrew Arana dari Université de Lorraine, Prancis, yang membahas konsep lokalisme melalui sudut pandang filsafat.
Kuliah ini mengupas bagaimana lokalisme, atau preferensi terhadap hal-hal lokal, tercermin dalam berbagai aspek kehidupan seperti konsumsi, bahasa, dan bahkan matematika, serta bagaimana filsafat mengungkap kesamaan di antara ketiganya. Prof. Arana memulai dengan membahas lokalisme konsumer, yang sering kali diwujudkan melalui preferensi terhadap produk lokal.
“Di Indonesia misalnya ada kampanye yang mendorong penggunaan produk lokal dengan argumen bahwa membeli produk lokal tidak hanya memberikan manfaat ekonomi dengan mendukung pengusaha kecil dan memperkuat mata rantai ekonomi dalam negeri, tetapi juga berdampak positif terhadap lingkungan. Selain itu, dukungan terhadap produk lokal juga membantu melestarikan tradisi dan budaya yang melekat pada produk-produk tersebut,” paparnya.
Dari konsumsi, pembahasan beralih ke lokalisme linguistik, yang menurut Prof. Arana memainkan peran penting dalam melestarikan identitas budaya. Ia mencontohkan kebijakan di Prancis yang mewajibkan penggunaan bahasa Prancis sebagai upaya melindungi budaya nasional dari pengaruh bahasa asing. Prof. Arana juga mengutip George Orwell, yang menganggap bahwa bahasa yang baik adalah dasar dari politik yang baik.
Dengan menjaga keutuhan bahasa lokal, masyarakat dapat berkontribusi pada regenerasi budaya dan politik. Namun, ia juga menyoroti tantangan yang muncul dalam mempertahankan bahasa lokal, terutama di negara yang memiliki banyak bahasa daerah seperti Prancis, di mana isu penggunaan bahasa menjadi perdebatan politik. “Di Prancis ada anggapan bahwa negara yang bersatu hanya bisa dicapai dengan bahasa yang tunggal,”
Prof. Arana menjelaskan bahwa bahkan dalam bidang yang dianggap universal seperti matematika, terdapat nilai-nilai politik dan budaya yang melekat. Ia menunjukkan bagaimana matematika lokal dapat mencerminkan pola pikir dan kebutuhan masyarakat setempat, menjadikannya bagian dari gerakan lokalisme yang lebih luas.
Melalui filsafat, ketiga jenis lokalisme ini—konsumer, linguistik, dan matematika—ternyata memiliki kesamaan mendasar. Prof. Arana menekankan bahwa lokalisme bukan sekadar preferensi individu, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya dan politik yang lebih besar. Filsafat membantu mengungkap keterhubungan ini, sekaligus memberikan wawasan baru tentang pentingnya mendukung hal-hal lokal dalam membangun identitas dan keberlanjutan.
Kuliah umum ini memberikan inspirasi mendalam kepada para peserta untuk lebih reflektif terhadap peran mereka dalam mendukung hal-hal lokal di lingkungan masing-masing. Melalui analisis yang mendalam dan kritis, acara ini menegaskan kembali relevansi filsafat dalam memahami dan menjawab isu-isu global melalui pendekatan yang bermula dari hal-hal yang dekat dan familiar.