Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan kuliah umum sebagai bagian dari peringatan World Philosophy Day, Senin (25/11). Bertempat di Auditorium Gedung Fakultas Filsafat, kuliah ini mengusung tema besar “Why Philosophy Matters” dengan narasumber Prof. Brian D. Earp dari National University of Singapore. Kegiatan ini dihadiri ratusan peserta, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga masyarakat umum, yang dengan antusias mengikuti paparan tentang etika perpanjangan usia (life extension).
Dalam kuliah umumnya, Prof. Brian membahas perkembangan teknologi medis dan ilmiah yang bertujuan memperpanjang usia manusia melampaui batas alami. Ia menjelaskan bahwa meskipun ada pendekatan yang lebih sederhana untuk meningkatkan rata-rata usia hidup di berbagai negara, muncul pertanyaan mendalam tentang dampak moral dan sosial dari upaya perpanjangan usia ini. Salah satu isu utama yang diangkat adalah apakah investasi besar dalam teknologi ini dapat dibenarkan dibandingkan dengan prioritas lain, seperti memperbaiki kualitas hidup generasi saat ini.
“Pertanyaan filosofis yang mendasar adalah mengenai trade-off dan alternatif. Berapa banyak sumber daya yang sebaiknya kita alokasikan untuk memperbaiki kehidupan generasi saat ini dibandingkan dengan menciptakan dunia yang lebih baik untuk generasi mendatang yang belum eksis? Apakah mereka yang sudah ada harus mendapatkan perhatian moral lebih besar dibandingkan dengan mereka yang hanya mungkin ada di masa depan?,” jelas Brian.
Ia juga menyoroti peran filsafat dalam memahami motivasi di balik keinginan manusia untuk hidup lebih lama. Ada tiga alasan utama yang diidentifikasi: hubungan emosional dengan keluarga, keinginan untuk meninggalkan warisan, dan keberlanjutan kesadaran diri. “Banyak pemerintah mulai berinvestasi besar-besaran dalam penelitian ini tanpa benar-benar merenungkan secara mendalam mengapa hal itu menjadi sesuatu yang baik atau buruk,” tambahnya.
Selain itu, Brian menghubungkan diskusi ini dengan kemajuan kecerdasan buatan (artificial intelligence), termasuk potensi untuk menciptakan replika digital (digital twin) dari individu. Teknologi ini menimbulkan pertanyaan etis baru tentang identitas, keberlanjutan kesadaran, dan implikasi terhadap interaksi sosial.
Kuliah umum ini memberikan wawasan segar tentang bagaimana filsafat membantu mengurai pertanyaan-pertanyaan kompleks yang melibatkan teknologi modern, moralitas, dan kebijakan publik. Acara ini menjadi pengingat betapa pentingnya peran filsafat dalam era kemajuan teknologi yang pesat, sekaligus menegaskan relevansinya dalam menjawab tantangan global. “Ketika kita mengambil pendekatan filosofis, kita tidak hanya menilai apa yang mungkin dilakukan, tetapi juga mengapa itu perlu dilakukan,” tutup Prof. Brian.