Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menerima kunjungan dari dosen dan tenaga kependidikan Institut Teknologi Bandung (ITB) Rabu (11/12) lalu. Dalam kunjungan ini, perwakilan ITB berdiskusi dan belajar mengenai pengelolaan mata kuliah wajib kurikulum (MKWK), khususnya Pancasila dan Kewarganegaraan, serta program Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara yang telah dijalankan oleh Fakultas Filsafat UGM.
Kegiatan ini dibuka oleh Dekan Fakultas Filsafat UGM, Dr. Rr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum., yang menyampaikan apresiasi atas kunjungan dari ITB. Dalam sambutannya, Murtiningsih menekankan pentingnya sinergi antaruniversitas dalam mengembangkan program pendidikan yang tidak hanya mengedepankan akademik, tetapi juga membangun pondasi nilai yang kokoh bagi mahasiswa.
“Setiap semester kami mengelola sekitar 250 kelas MKWK. Dalam proses ini, kami memastikan bahwa transfer values menjadi inti dari pembelajaran, sehingga mahasiswa tidak hanya siap secara akademis tetapi juga sebagai warga negara yang baik,” ujarnya.
Dalam sesi diskusi, Dr. Drs. Mustofa Anshori Lidinillah, M.Hum., Ketua Pengelola MKWK, memberikan paparan terkait pengelolaan dan pelaksanaan MKWK di Fakultas Filsafat. Beliau menjelaskan bahwa pendekatan pembelajaran yang dilakukan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga aplikatif.
Sementara itu, Syarif Hidayatullah, S.Ag., M.Ag., M.A., Kepala Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara, memaparkan konsep dan berbagai kegiatan di bawah program ini. Program Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara sendiri dirancang untuk memupuk nilai-nilai kebangsaan dan keberagamaan di kalangan mahasiswa.
Direktur Pendidikan ITB, Dr.techn. Ir. Arief Hariyanto, menyampaikan antusiasmenya terhadap program Griya Moderasi yang telah dilaksanakan oleh UGM. “Saya baca di berita bahwa UGM telah menjalankan Griya Moderasi Beragama. Tahun ini ada penugasan bagi beberapa PTNBH, termasuk ITB, untuk mengembangkan program serupa. Kami ingin belajar lebih jauh tentang bentuk, proses pembentukan, dan kegiatan yang sudah dilakukan di UGM,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pendidikan agama yang mampu memberikan wawasan praktis, seperti menggunakan studi kasus dengan perspektif agama dan kewarganegaraan, agar mahasiswa dapat memahami konsep secara lebih mendalam dan kontekstual.
Diskusi berlangsung interaktif dengan pertanyaan dan tanggapan dari kedua belah pihak. Delegasi ITB mengapresiasi pengalaman dan inovasi yang telah dilakukan oleh Fakultas Filsafat UGM, terutama dalam memastikan pendidikan agama dan kewarganegaraan menjadi sarana untuk memperkuat nilai-nilai toleransi, kebangsaan, dan moderasi.
Kegiatan ini tidak hanya memperkuat hubungan antaruniversitas, tetapi juga membuka peluang untuk berbagi praktik terbaik dalam pendidikan, khususnya dalam pengelolaan mata kuliah wajib negara dan program-program yang mendukung moderasi beragama.