Dalam rangka memperingati World Logic Day, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan kuliah umum atau public lecture dengan tema “Why Logic Matters”. Acara ini menghadirkan Dr. Sara L. Uckerman dari Durham University, United Kingdom, sebagai narasumber utama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari dua sesi kuliah sebelumnya yang berlangsung pada 6 Januari dengan tema “History of Logic” dan “Fiction Writing as Philosophical Methodology”
Rangkaian acara ini mendapat perhatian besar dari puluhan mahasiswa dan peserta dari berbagai institusi, termasuk UGM, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Ahmad Dahlan, dan institusi lainnya. Selain dihadiri secara langsung, acara ini juga disiarkan melalui kanal YouTube resmi Fakultas Filsafat UGM, memungkinkan lebih banyak partisipan untuk mengikuti diskusi penting tentang logika dan perannya di berbagai bidang.
Dalam ceramahnya, Sara mengungkapkan pentingnya logika sebagai disiplin yang tidak hanya relevan dalam filsafat, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Ia memulai ceramahnya dengan membahas definisi logika yang beragam, tergantung pada disiplin ilmu yang menggunakannya.
Di bidang filsafat, matematika, atau ilmu komputer, logika sering didefinisikan sebagai teori inferensi deduktif atau konsekuensi logis. Sementara itu, dalam konteks populer, logika sering dikaitkan dengan cara berpikir atau metode penyelesaian masalah.
Namun, menurut Sara, esensi logika sebenarnya lebih dalam. Logika bukan sekadar alat untuk menganalisis struktur argumen, tetapi juga merupakan kerangka untuk memahami, mengevaluasi, dan membangun argumen yang baik. Ia menekankan bahwa logika membantu kita mengenali argumen yang valid dan mampu membedakan antara argumen yang kuat dan yang lemah, baik di dalam diskusi akademis maupun dalam kehidupan sehari-hari.
“Logika dapat memberikan kita alat untuk menangani perbedaan di dunia saat ini, di mana terdapat banyak informasi dan disinformasi, perdebatan yang memecah belah, dan kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif,” tegasnya.
Sara juga menyoroti perbedaan antara logika tunggal (logic) dan logika plural (logics). Perubahan paradigma dari satu logika menuju berbagai logika memberikan fleksibilitas dalam memahami dan menangani berbagai konteks argumen yang kompleks.
Sebagai seorang filsuf dan logikawan, Sara menjelaskan bagaimana logika telah menjadi alat utama dalam memahami pertanyaan-pertanyaan besar dalam filsafat, mulai dari era Aristoteles hingga perkembangan logika modern. Ia memaparkan bagaimana Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai makhluk rasional dan mengembangkan logika formal pertama untuk memahami hubungan antara sifat esensial dan aksidental dalam objek-objek di dunia.
Dalam konteks kehidupan kontemporer, logika memainkan peran penting dalam berbagai bidang seperti pendidikan, teknologi, komunikasi, dan kebijakan publik. Sara mencontohkan bagaimana logika dapat membantu menangani argumen-argumen di media sosial, mendeteksi misinformasi, dan mempromosikan dialog yang lebih konstruktif dalam masyarakat yang semakin kompleks.
“Kita menggunakan argumen untuk menyampaikan informasi, meyakinkan orang lain, dan menjelaskan diri kita sendiri. Logika membantu kita tidak hanya dalam mengevaluasi argumen orang lain tetapi juga dalam membangun argumen kita sendiri yang lebih baik,” tambahnya.
Acara ini mendapat tanggapan positif dari para peserta yang terlibat aktif dalam sesi tanya jawab. Banyak peserta mengapresiasi cara Sara menjelaskan konsep-konsep logika yang kompleks menjadi lebih mudah dipahami dan relevan dengan kebutuhan praktis.
Fakultas Filsafat UGM berharap rangkaian acara World Logic Day ini dapat menjadi inspirasi untuk memperluas pemahaman dan penerapan logika di berbagai bidang, baik di kalangan akademisi maupun masyarakat umum. Dengan mengangkat tema “Why Logic Matters”, acara ini telah berhasil menunjukkan bahwa logika tidak hanya penting dalam kajian filsafat, tetapi juga memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat yang lebih rasional, kritis, dan inklusif.