
Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Rr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum. resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Filsafat Pendidikan, Kamis (20/2). Dalam pidato pengukuhannya di Balai Senat UGM, Prof. Murtiningsih menawarkan perspektif revolusioner mengenai peran kecerdasan buatan (AI) dalam membentuk masa depan pendidikan.
Dalam pidatonya yang bertajuk “Mendidik Manusia Bersama Mesin: Filsafat Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan”, Murtiningsih menyoroti tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh teknologi dalam dunia pendidikan. Ia menekankan bahwa pendekatan ekstrem—baik menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada teknologi maupun menolak sepenuhnya keterlibatan mesin—sama-sama tidak ideal.
“Menyerahkan pendidikan anak-anak kita sepenuhnya kepada mesin akan menjadi bencana bagi masa depan kemanusiaan kita. Namun, menolak teknologi sama sekali adalah sikap anakronis,” ujarnya.
Prof. Murtiningsih juga membahas paradoks dalam penggunaan kecerdasan buatan, dengan menyoroti kesetaraan nilai kebenaran antara proposisi yang diyakini manusia dan yang dihasilkan oleh mesin. Ia menegaskan bahwa klaim yang menyatakan bahwa mesin tidak dapat memiliki pengetahuan hanya karena tidak memiliki keyakinan perlu dikaji ulang secara kritis.
Lebih lanjut, ia menyoroti potensi transformatif AI dalam sistem pendidikan, terutama dalam menciptakan model pembelajaran yang lebih inovatif, personal, dan berbasis analisis data. Integrasi mesin dalam pendidikan tidak hanya menawarkan pengalaman belajar yang lebih fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan individu, tetapi juga dapat memperkaya analisis hasil pembelajaran secara lebih luas.
Dalam upaya mewujudkan pendidikan yang inklusif, Prof. Murtiningsih menekankan perlunya menghindari pendekatan kapitalistik yang sekadar menjadikan siswa sebagai konsumen konten digital tanpa memberikan ruang bagi mereka untuk berpikir kritis. Mengadopsi pemikiran Paulo Freire, ia menekankan peran kritis teknologi dalam pendidikan.
“Mesin kecerdasan buatan memiliki kapasitas tiada tanding untuk menganalisis data dalam jumlah besar dengan kecepatan amat dahsyat. Dalam kerangka pedagogi kritis Freirean, mendidik manusia bersama mesin berarti menumbuhkan harapan dan kesadaran kritis dengan basis analisis empiris yang kuat,” paparnya.
Sebagai penutup, ia menggarisbawahi bahwa pendidikan harus tetap menempatkan manusia sebagai subjek utama, sementara mesin dapat menjadi mitra dalam proses pembelajaran. “Cakupan filsafat pendidikan di era mesin kecerdasan buatan ini bukan hanya soal apa tujuan pendidikan dan bagaimana seharusnya proses pendidikan dijalankan, melainkan juga soal relasi epistemik dan etis antara manusia dan agen non-manusia. Itulah masa depan filsafat pendidikan,” tegasnya.
Pengukuhan Siti Murtiningsih sebagai Guru Besar ini menjadi tonggak penting dalam diskursus pendidikan nasional, serta menjadi inspirasi dalam merancang kebijakan pendidikan yang mengintegrasikan teknologi secara etis dan efektif. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh berpengaruh, termasuk Menteri dan Wakil Menteri RI, akademisi dari perguruan tinggi nasional dan internasional, pemimpin BUMN, pejabat daerah dan nasional, hingga tokoh budaya dan politik. Kehadiran mereka menunjukkan besarnya perhatian terhadap gagasan yang diusung dalam pidato tersebut.
Siti Murtiningsih adalah akademisi yang telah berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan pemikiran pendidikan di Indonesia. Sejak 1997, ia aktif mengajar di Departemen Filsafat Barat, Fakultas Filsafat UGM, dan saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Filsafat UGM periode 2021-2026. Selain itu, ia juga menjadi anggota Dewan Pendidikan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2022-2027.
Berbagai karyanya telah diterbitkan dalam bentuk buku dan artikel ilmiah, termasuk Pendidikan Alat Perlawanan (2004), Asas Filsafat Pendidikan (2011), Ideologi Film Kartun Animasi Anak (2013), Filsafat Pendidikan Video Games (2020), Kajian Kritis atas Persoalan-Persoalan Metafisika Kontemporer (2021), dan Filsafat Pendidikan (2024). Selain menulis di jurnal ilmiah, ia juga aktif menyampaikan gagasannya di berbagai media massa.