
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan Festival Karawitan dan Bazar Nusantara pada 19–20 Juli 2025, sebagai bagian dari peringatan Dies Natalis ke-58. Tahun ini, sebanyak 47 kelompok karawitan ambil bagian, menjadikan festival ini salah satu kegiatan budaya yang tidak hanya meriah, tetapi juga inklusif, dengan melibatkan peserta lintas generasi mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.
Dari 47 kelompok yang tampil, 23 berasal dari lingkungan UGM, mencakup dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan Dharma Wanita. Sementara 24 kelompok lainnya berasal dari luar kampus, mulai dari instansi pemerintah, komunitas lokal, hingga kelompok masyarakat umum. Beberapa di antaranya bahkan datang dari luar kota, seperti kelompok karawitan KAGAMA yang anggotanya tersebar dari berbagai daerah.
Dekan Fakultas Filsafat UGM, Prof. Dr. Rr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum., dalam sambutannya menyebut kegiatan ini sebagai sebuah ruang bersama untuk merawat nilai-nilai budaya Nusantara. “Mudah-mudahan membawa kebaikan dan menjadi ruang bersama sehingga kita bisa terus mengawal nilai-nilai budaya yang akan terus kita pastikan lestari di bumi kita sendiri,” ujarnya.
Festival Karawitan dan Bazar Nusantara 2025 disiarkan langsung melalui kanal YouTube Filsafat UGM, menjangkau lebih banyak penonton dari berbagai daerah. Kelompok yang terlibat dalam festival ini tidak hanya membawakan tembang dan gending tradisional, tetapi juga memperkaya pertunjukan dengan tarian, paduan suara, dan pentas lakon. Hal ini menunjukkan bahwa karawitan telah menjadi medium kreatif yang adaptif dan terus relevan di berbagai kalangan usia dan latar belakang.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., menyoroti pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan ini, sebagai salah satu wujud keseimbangan antara pengetahuan dan aktivitas kebudayaan dalam pembentukan karakter mahasiswa.
“IPK tidak menjamin cukup untuk mengarungi belantara kehidupan. Untuk mampu keluar sebagai pribadi yang utuh, mahasiswa perlu menjadi resilient. Dan itu dibentuk juga dari keterlibatan dalam aktivitas seperti ini,” jelasnya.
Apresiasi terhadap pelaksanaan acara ini datang dari Dinas Kebudayaan DIY, yang diwakili oleh Padmono Anggoro Prasetyo, S.Sn., selaku Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Adat Tradisi dan Seni. Ia menilai bahwa festival ini adalah wujud konkret pelestarian budaya yang bersumber dari akar komunitas, bukan sekadar program simbolik.
“Pelestarian kebudayaan yang dilaksanakan secara organik oleh sivitas akademika Fakultas Filsafat menjadi bukti bahwa kebudayaan bukan hanya urusan masa lalu tetapi juga jalan hidup masa kini dan masa depan,” ungkapnya.
Dr. Sartini, M.Hum., selaku Ketua Panitia, menuturkan bahwa respons masyarakat sangat tinggi. “Banyak yang sudah mendaftar untuk ikut di tahun depan. Ini menunjukkan bahwa animo masyarakat terhadap karawitan masih sangat kuat. Bahkan beberapa kelompok dari luar Yogyakarta juga tertarik untuk bergabung di masa mendatang,” jelasnya.
Selain pertunjukan karawitan, festival juga menghadirkan 27 UMKM dalam Bazar Nusantara. Masyarakat dapat menikmati berbagai produk lokal seperti kuliner tradisional, kerajinan tangan, dan hasil karya kreatif. Suasana festival pun menjadi ajang interaksi budaya yang hangat dan hidup.